11 September 2008

Perkemahan Mendorong Kaum Muda Memahami Iman Lebih baik

Kyrgyzstan (UCAN) -- Orang muda Katolik mendapat kesempatan untuk mengenal satu sama lain dan membicarakan isu-isu yang relevan dengan mereka dalam sebuah perkemahan yang diselenggarakan Gereja di pinggir sebuah danau.

Peristiwa itu diikuti oleh 25 orang muda Katolik dari Kyrgyzstan, 12 dari Uzbekistan, dan empat pelajar bersama guru mereka dari Polandia. Acara itu berlangsung di tepi Issyk Kul, sebuah danau pegunungan yang berjarak 300 kilometer timur Bishkek.

Tiga imam asal Polandia, seorang bruder, dan seorang suster mendampingi anak-anak muda itu.
Dalam sambutan pembukaannya, Administrator Apostolik Kyrgyzstan Mgr Nikolaus Messmer SJ mengatakan kepada para peserta bahwa dia berharap perkemahan musim panas kelima ini akan "meneguhkan iman kalian dan membantu kalian untuk saling bersahabat."

Peserta yang berusia sekitar 15 sampai 26 tahun itu didorong untuk membahas cinta, seks, dan persahabatan dari sudut pandang iman Katolik.

Setiap hari mereka menghadiri Misa, kemudian berdiskusi dan mengajukan berbagai pertanyaan. Bagi yang terlalu takut mengajukan pertanyaan menyangkut topik-topik yang sensitif seperti seks, mereka menulisnya di sebuah kertas dan memasukkan kertas itu ke dalam kotak untuk dibaca kemudian.

Satu pertanyaan adalah apa yang harus dilakukan seorang gadis jika pacarnya yang non-Katolik tidak mau menikah di gereja dan menolak mengikuti aturan-aturan Gereja. Jawabannya adalah bahwa dia harus mempertahankan imannya dan memutuskan hubungan itu.

Suster Bogomila Gajdosova, seorang biarawati Fransiskanes dari Bishkek, mengatakan kepada UCA News, tujuan perkemahan itu bukan saja untuk membantu kaum muda Katolik memahami ajaran Gereja tentang hubungan dan perkawinan, tetapi juga untuk membantu kaum muda Kyrgyz memahami dengan lebih baik komunitas Gereja mereka yang kecil dan yang berkembang perlahan-lahan.

Para pejabat Gereja lokal memperkirakan ada sekitar 500 umat Katolik yang aktif di tiga paroki di Kyrgyzstan: Bishkek; Talas, 195 kilometer barat ibukota negara; dan Dzalal-Abad, 250 kilometer barat daya Bishkek. Beberapa hidup dalam komunitas-komunitas yang jauh dari pusat-pusat paroki, dan para imam mengunjungi mereka sesewaktu. lima imam Yesuit dan dua imam diosesan, serta lima suster Fransiskan membantu di tiga paroki itu.

Kebanyakan umat Katolik adalah anak-anak atau cucu-cucu dari komunitas etnis Jerman dan Polandia dan kelompok-kelompok etnis lainnya dari luar wilayah itu, yang dideportasi oleh pemimpin komunis Joseph Stalin ke Asia Tengah tahun 1930-an dan 1940-an.

Pastor Peter Kawa OFM Conv. asal Polandia dari Uzbekistan mengatakan bahwa perkemahan itu menarik kaum muda dari pengaruh sekular dalam lingkungan harian mereka. Lingkungan mereka setiap hari "dipenuhi dengan pengertian kacau tentang seks, cinta, dan persahabatan." Dia prihatin atas hubungan seks pranikah.
Menurut imam itu, perkemahan itu juga membawa Sabda Allah kepada kaum muda dalam bentuk nyata.

Jadwal harian perkemahan itu meliputi Misa, pertemuan, diskusi kelompok, makan bergantian secara kelompok, dan kegiatan santai, dan kadang-kadang dilakukan di pinggir danau.

Lubov Shevchenko, 23, salah satu peserta yang berbicara dengan UCA News, mengatakan bahwa dia senang dengan diskusi karena temanya tentang cinta, seks, dan persahabatan itu penting bagi kebanyakan kaum muda yang siap untuk menikah dan berkeluarga.

"Saya gembira bisa mendapat kesempatan untuk menghadiri Misa setiap hari," kata gadis itu. Shevchenko hidup di sebuah desa kecil sekitar 30 kilometer dari Bishkek, yang katanya hanya dikunjungi imam dari ibukota dua kali sebulan.

Komunitas kecil mereka hanya memiliki 15 umat Katolik yang bertemu di rumah pribadi. Tempatnya berpindah-pindah beberapa kali karena orang menjual rumah dan pergi ke Rusia atau Eropa, katanya.

Perkemahan ini bukan yang pertama kali bagi Anastasia Kuleshova, 17, yang tinggal dekat Gereja Malaekat Agung Santo Mikhael di Bishkek, namun dia mengatakan bahwa perkemahan kali ini membantunya melihat banyak hal dari sudut pandang yang baru.

Mahasiswi Olga Nowakowska keturunan Polandia senang dengan semangat tim. Dia "suka kegiatan dalam kelompok dan pekerjaan di dapur, karena kegiatan-kegiatan seperti itu mempersatukan orang."
Sonya Naapetyan dari Tashkent sangat senang dengan doa hening. "Ketika matahari terbenam, kami semua pergi ke pinggir danau, duduk terpisah satu sama lain untuk berdoa dan menikmati alam," katanya.

Kyrgyzstan memperoleh kemerdekaan setelah hancurnya Uni Soviet tahun 1991. Sejak tahun itu, Gereja di negara itu menjadi bagian dari Administrasi Apostolik Asia Tengah, yang berpusat di Karaganda, Kazakhstan. Tahun 1997, Paus Yohanes Paulus II membentuk misi "sui iuris" (mandiri) di Kyrgyzstan, dengan mempercayakan pelayanan pastoral kepada para Yesuit.
Tahun 2006, Paus Benediktus XVI menjadikannya Administrasi Apostolik Kyrgyzstan dan mengangkat Uskup Messmer sebagai administratornya.

END

3 September 2008 www.ucanews.com

Tidak ada komentar: